Buah-buah pikiran tentang nas Alkitab
Setiap jalan orang adalah lurus menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati. Melakukan kebenaran dan keadilan lebih dikenan TUHAN dari pada korban.
Amsal 21:2,3
Pendahuluan
Amsal 21:2,3 menjadikan jelas bahwa Allah mengenal hati (motivasi) semua manusia. Bahkan jika manusia menganggap juga jalan-jalannya baik (yakni gaya hidupnya yang baik) dan benar, namun pada akhirnya adalah Allah yang “menguji” hal ini (ayat 2). Hanya Ia sendiri yang mampu menentukan, apakah gaya hidup itu juga terjadi dengan cara-cara yang benar. Ayat 3 mengkritik sebuah sikap keagamaan yang semata-mata untuk formalitas, yang puas untuk mempersembahkan kurban, tanpa menghubungkannya dengan batin.
Masa Adven adalah juga masa pertobatan yang menuntun kita untuk memikirkan tentang sikap kita sendiri. Kita mudah terkesan oleh penampilan lahiriah, katakata indah, dan juga pekerjaan-pekerjaan yang kelihatan. Semuanya itu dapat mengelabui kita tentang sifat asli sesama, sikap hatinya, dan motivasi yang mendorong perbuatannya. Pada pengurapan Daud menjadi raja, Roh Allah menunjukkan tentang ini, bahwa Allah melihat lebih dalam, yakni sampai ke hati (1 Sam. 16:7). Dalam banyak kesempatan, Putra Allah juga menunjukkan bahwa bagi-Nya sikap hatilah yang menentukan dan bukan penampilan luar. Petunjuk-petunjuk Tuhan berikut menggambarkan hal ini.
Dua peser dari janda
Di dalam Lukas 21:1-4 diberitakan bagaimana Tuhan memerhatikan orang-orang yang berkurban di Bait Suci. Ia kemudian memperhadapkan kurban dari janda yang miskin dengan kurban dari seorang kaya, dan menjadikan jelas, bahwa “dua peser” dari janda itu memiliki bobot yang lebih besar pada Allah daripada sumbangan yang lebih besar, yang diberikan oleh orang kaya dari kelebihannya. Pernyataan yang pertama-tama menunjuk pada kurban keuangan ini juga dapat dipahami dalam makna kiasan. Seperti kemampuan keuangan kita untuk mendukung gereja yang berbeda, demikian juga kondisi kesehatan kita, waktu yang tersedia bagi kita untuk ikut bekerja, dan bakat-bakat dan kemampuan kemampuan pribadi berbeda. Yang menentukan adalah, bahwa kita melakukan apa yang kita kerahkan dengan senang hati di dalam pekerjaan Allah, berdasarkan kasih kepada Allah dan pekerjaan-Nya dan dengan segenap hati. Bagi Tuhan, tidak ada yang sia-sia yang dilakukan berdasarkan sikap hati yang benar!
Orang Farisi dan pemungkut cukai di Bait Allah
Di dalam Lukas 18:9-14, perumpamaan dari Tuhan tentang orang Farisi dan pemungut cukai disampaikan. Orang Farisi yakin, bahwa perbuatan-perbuatan baiknya membawanya ke dalam sebuah keadaan yang benar di hadapan Allah. Sebaliknya, pemungut cukai menyadari akan keadaannya yang berdosa, kelemahan, dan ketidaksempurnaannya dan hanya memohon kemurahan kepada Tuhan. Tuhan menjadikan jelas dalam perumpamaan itu, bahwa pemungut cukailah yang meninggalkan Bait Suci dengan dibenarkan.
Kita juga dapat melakukan kesalahan itu karena memikirkan diri kita terlalu tinggi sebagai hasil dari pekerjaan-pekerjaan kita di dalam misi dari Tuhan, saat berhasil mengatasi sifat yang tidak baik, atau memandang asal-usul kita dari sebuah tradisi keluarga Kerasulan baru yang panjang. Atau kita mungkin memandang rendah pada anggota sidang jemaat yang kelihatannya tidak sempurna dengan suatu kepuasan dan penghinaan tertentu.
Ada beragam kesulitan pada saudara-saudari kita (misalnya dalam perkawinan, tantangan bersama anak-anak, atau di tempat pekerjaan) dan kita sering berpikir, segalanya berjalan teratur dalam hidup kita dan kita bangga atas hal itu. Hanya saja, apakah yang kita ketahui tentang perjuangan dan upaya, keadaan, gagasan dan usaha pribadi dari orang-orang, dengan mana kita membandingkan diri kita penuh percaya diri? Berkaitan dengan ini, marilah kita pikirkan juga tentang nasihat-nasihat Tuhan di dalam Matius 23! Di sisi lain, di dalam semua ketidakmampuan kita, kita dapat mengandalkan sepenuhnya pada kasih karunia Allah yang mengasihi dan mengampuni, apabila kita mengusahakan hati yang murni dan bertobat.
Kelompok Kerja TUK 12/2020