Pada 19 April, 99 tahun yang lalu, seorang putra dilahirkan di keluarga Tan di Surabaya. Mereka memberi nama Bian Sing untuknya. Jika diterjemahkan ke bahasa Inggris, ini berarti sesuatu yang bercahaya yang menjadi lebih dan lebih bercahaya. Kita lebih mengenalnya sebagai Rasul Distrik Hendra Tansahsami.
Awalnya keluarga Tan terbilang pada Gereja Bala Keselamatan. Suatu pagi, dalam perjalanan ke pasar ayahnya diundang oleh seorang Diaken dari Gereja Kerasulan Baru. Ayahnya memenuhi undangan tersebut, dan tidak berselang lama keluarga ini dimeteraikan oleh Rasul Gradus Faassen.
Situasi selama Perang Dunia ke-2 terpaksa membuat sidang jemaat dibubarkan. Dengan pengasingan Rasul Faassen dan situasi kehidupan yang semakin sulit membuat Bian Sing muda menderita. Pada akhir Perang Dunia, ia kembali dapat menghubungi Gereja Kerasulan Baru. Dalam sebuah surat tertanggal 26 Juli 1947 yang ditulis oleh Rasul Fassen, ia diangkat sebagai seorang Diaken. Hanya setahun berselang, ia ditugaskan untuk melayani sebagai seorang Oudste Distrik. Tanggung jawab untuk kelanjutan Gereja Kerasulan Baru di Indonesia kini berada di pundaknya.
Ia adalah figur yang ramah, rendah hati, dan penuh perhatian terhadap sesama. Komitmennya yang begitu kuat pada Injil Kristus menjadikan dia sebagai seorang hamba Allah yang setia memberitakan Injil sepanjang hidupnya. Ia juga seorang yang memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat.
Suatu hari beliau diundang oleh Rasul Kepala Bischoff ke Jerman pada tahun 1951. Ia bingung, karena tidak punya uang untuk bepergian ke Jerman. Ia membeli sebuah tiket kapal laut dari Tanjung Priok ke Eropa. Perjalanan ke Eropa memakan waktu 26 hari, dan itu adalah perjalanan pertamanya. Setelah bertemu Rasul Kepala Bischoff, ia begitu terkejut setelah diberitahu bahwa ia akan ditahbiskan sebagai Rasul Distrik untuk Indonesia, dan melanjutkan pekerjaan Rasul Faassen yang harus kembali ke Belanda.
Ia menikah dengan Nellyana Tansahtresna, seorang gadis asal Banjarmasin, dan dikaruniai 5 orang anak, Salah satunya adalah Rasul Distrik Alfons Tansahtikno yang menjadi penerusnya. Pada saat melayani anak-anak Allah di wilayah terpencil, ia sering menginap di rumah pemangku jawatan, atau tidur di atas ranjang bambu dan hanya beralaskan tikar. “Yang pantas dikagumi dari beliau adalah ia berkhotbah bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan perbuatan.” seorang Priester mengenang pekerjaan beliau.
Pada Juli 1985, Rasul Distrik Tansahsami dilarikan ke rumah sakit akibat masalah pernapasan akut. Pada 25 Juli 1985, beberapa minggu setelah kunjungan Rasul Kepala Urwyler ke Indonesia, ia wafat pada usia 64 tahun. Rasul Distrik Kühnle memimpin kebaktian pemakaman pada 31 Juli 1985, dan Rasul Distrik Fehr mentahbiskan Uskup Alfons Tansahtikno sebagai Rasul Distrik yang baru pada malam yang sama.