Buah-buah pikiran tentang nas Alkitab
…dan orang Israelpun menangislah pula serta berkata: “Siapakah yang akan memberi kita makan daging? Kita teringat kepada ikan yang kita makan di Mesir dengan tidak bayar apa-apa, kepada mentimun dan semangka, bawang prei, bawang merah dan bawang putih. Tetapi sekarang kita kurus kering, tidak ada sesuatu apapun, kecuali manna ini saja yang kita lihat.”
Bilangan 11:4-6
Pendahuluan
Umat Israel sedang dalam perjalanan melalui padang gurun menuju ke Tanah Perjanjian. Mereka telah menjalani hidup sebagai budak-budak di Mesir selama 400 tahun (Kejadian 15:13). Namun, Allah memegang janji-janji-Nya dan menuntun umat menuju kebebasan di bawah kepemimpinan Musa. Meskipun demikian, sayangnya tidak semua orang Israel cukup menghargai mukjizat yang telah Allah buat.
Kurangnya pengandalan pada janji-janji Allah
Selama beberapa generasi, umat Israel telah tumbuh terbiasa dengan perbudakan. Gambaran sebuah kehidupan baru akan kebebasan yang dijanjikan sulit dibayangkan oleh mereka dan dengan demikian mereka mengalami perjalanan ke Tanah Perjanjian sebagai sesuatu yang sulit dan mengecewakan.
Nas Alkitab berbicara tentang keragaman makanan-makanan yang disediakan bagi umat Israel di Mesir, dan karena mereka kekurangan banyak sekali selama perjalanan mereka, umat Israel mulai membandingkan semua makanan ini dengan manna yang berasal dari Allah, yang mereka anggap hambar dan membosankan. Akan tetapi, manna dimaksudkan sebagai sebuah karunia yang tetap dan penuh murah dari Allah untuk mendukung kehidupan selama masa perpindahan di padang gurun. Pertentangan antara mengagungkan kebiasaan makan dan hidup selama dalam perbudakan dengan menjalani sebuah kehidupan kebebasan masa depan nampaknya tidak jelas bagi umat pada waktu itu.
Janji Allah saat ini
Allah telah mengutus Yesus Kristus bagi kita, yang adalah makanan kita untuk hidup yang kekal saat ini (Yohanes 6:26-27). Setelah kematian kurban-Nya, Yesus kembali kepada Bapa, berjanji untuk menyiapkan sebuah tempat bagi milik-Nya, dan untuk datang kembali kepada mereka (Yohanes 14:2-3). Janji ini adalah elemen pusat iman kita. Saat kita memikirkan tentang hal ini, menjadi je- las bagi kita bahwa kita juga hendaknya mempersiapkan diri kita untuk masa depan ini. Tetapi, bukankah kita juga dihadapkan dengan bahaya-bahaya yang mirip dengan yang dihadapi umat Israel pada zaman mereka?
Kepastian
Adalah sama di masa kita bahwa janji Allah kelihatannya bisa seperti sebuah fantasi yang tidak realistis dan khususnya ketika logika dan keberterimaan di akal dari pengharapan kita untuk masa depan disangsikan oleh orang-orang yang ada di sekitar kita. Sulit untuk menggapai masa depan yang telah dijanjikan kepada kita dengan akal kita, tetapi pengandalan kita kepada Allahlah yang memberi kita kepastian.
Allah mengutus Roh Kudus kepada kita
Di dalam Injil Yohanes, Yesus berjanji untuk mengutus Roh Kudus: “…Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu” (Yohanes 14:16-17).
Saat ini, Allah, Roh Kudus, memberi kepada kita yang telah dibaptis dan dimeteraikan dengan karunia Roh Kudus, kesempatan untuk percaya dan meningkat dalam pengetahuan kita tentang rencana Allah. Meratapi hal-hal baik dari masa lalu hendaknya tidak mengaburkan pandangan kita tentang apa yang baik di masa sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila kita memikirkan tentang tujuan iman kita, seringkali kita kekurangan bayangan tentang bagaimana hal itu akan terjadi, tetapi itu hendaknya tidak pernah menjadi sekadar Utopia (terjemahan harafiah bahasa Yunani: tidak ada tempat sedemikian) bagi kita.
Kelompok Kerja TUK 10/2020
This post is also available in: English